.
.
Oleh : Sasmita, Nelva Kamumu, Safril
Tempat : Gorontalo
Lembaga : Universitas Negeri Gorontalo
Tahun : 2016
Pilihan Unduh File Ada Di Bagian Bawah Artikel Ini..!
Untuk menyusun instrumen penilaian
afektif, dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pemilihan
ranah afektif yang ingin dinilai oleh guru, misalnya sikap dan minat terhadap
suatu materi pelajaran.
2. Penentuan
indikator apa yang sekiranya dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana sikap
dan minat siswa terhadap suatu materi pelajaran
3. Beberapa
contoh indikator yang misalnya dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana sikap
dan minat siswa terhadap suatu materi pelajaran, yaitu: (1) persentase
kehadiran atau ketidakhadiran di kelas; (2) aktivitas siswa selama kegiatan
pembelajaran berlangsung, misalnya apakah suka bertanya, terlibat aktif dalam
diskusi, aktif memperhatikan penjelasan guru, dsb.; (3) penyelesaian
tugas-tugas belajar yang diberikan, seperti ketepatan waktu mengumpul PR atau
tugas lainnya; (4) kerapian buku catatan dan kelengkapan bahan belajar lainnya
terkait materi pelajaran tersebut.
4. Penentuan
jenis skala yang digunakan, misalnya jika menggunakan skala Likert, berarti ada
5 rentang skala, yaitu: (1) tidak berminat; (2) kurang berminat; (3) netral;
(4) berminat; dan (5) sangat berminat.
5. Penulisan
draft instrumen penilaian afektif (misalnya dalam bentuk kuisioner) berdasarkan
indikator dan skala yang telah ditentukan.
6. Penelaahan
dan meminta masukan teman sejawat (guru lain) mengenai draft instrumen
penilaian ranah afektif yang telah dibuat.
7. Revisi
instrumen penilaian afektif berdasarkan hasil telaah dan masukan rekan sejawat,
bila memang diperlukan.
8. Persiapan
kuisioner untuk disebarkan kepada siswa beserta inventori laporan diri yang
diberikan siswa berdasarkan hasil kuisioner (angket) tersebut.
9. Pemberian skor inventori kepada siswa
10.
Analisis hasil inventori minat siswa
terhadap materi pelajaran
Prosedur Penyusunan Alat Ukur Sikap
1. Pengukuran
sikap secara langsung
Subjek
secara langsung dimintai pendapat bagaimana sikapnya terhadap suatu masalah
atau hal yang dihadapkan kepadanya. Pengukuran sikap secara langsung terbagi
dua yaitu, pengukuran secara langsung tidak berstruktur dan pengukuran sikap
secara langsung berstruktur.
a.
Pengukuran sikap secara langsung
tidak berstruktur
Pengukuran
sikap secara langsung tidak berstruktur merupakan cara pengukuran sikap yang
cukup sederhana, dalam arti tidak diperlukan persiapan yang cukup mendalam guna
mengadakan pengukuran sikap tersebut dibandingkan dengan cara-cara yang lain.
Misalnya, untuk mengetahui sikap sementara penduduk terhadap masalah kesehatan
dengan cara mengadakan observasi di lapangan, ataupun dengan wawancara. Dari
hasil observasi atau pun wawancara tersebut kemudian ditarik kesimpulan tentang
bagaimana sikap penduduk terhadap kesehatan.
a) Observasi
Perilaku
Observasi
atau pengamatan langsung dilakukan terhadap tingkah laku individu mengenai
objek psikologis tertentu. Cara ini amat terbatas penggunaannya, karena amat
bergantung jumlah individu yang diamati dan berapa banyak aspek yang diamati.
Semakin banyak faktor-faktor yang harus diamati, maka makin sukar serta makin
kurang objektif pengamatan terhadap tingkah laku individu. Selain itu juga
apabila tingkah laku yang diinginkan terhadap objek psikologis tertentu
seringkali tidak terjadi sesuai dengan yang diinginkan, maka hasil pengamatan
belum dapat dikatakan menggambarkan keadaan yang objektif (Mar'at.1984).
Perilaku
merupakan salah satu indikator sikap individu. Perilaku hanya akan konsisten
dengan sikap apabila kondisi dan situasi memungkinkan. Interpretasi sikap harus
sangat hati-hati apabila hanya didasarkan dari pengamatan terhadap perilaku
yang ditampakkan oleh seseorang.
b) Wawancara
Langsung
Untuk
mengetahui bagaimana perasaan seseorang terhadap obyek psikologi yang
dipilihnya, maka cara yang paling mudah dilakukan adalah dengan menanyakan
secara langsung melalui wawancara (direct questioning). Asumsi yang
mendasar metode ini yaitu:
- Individu
merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri,
- Manusia
akan mengemukakan secara terbuka apa yang dirasakannya (asumsi
keterusterangan).
Oleh karena itu dalam metode ini,
jawaban yang diperoleh dapat pula dikategorikan dimana individu memiliki sikap
yang sesuai ataupun sikap yang tidak sesuai dengan objek psikologis ataupun
tidak dapat menentukan sikap sama sekali (ragu-ragu). Kelemahan dari cara ini
adalah apabila individu yang diberi pertanyaan tidak dapat menjawab sama sekali
sehingga kita tidak dapat mengetahui pendapat atau sikapnya (Mar’at.1984)
Orang akan mengemukakan pendapat dan
jawaban yang sebenarnya secara terbuka hanya apabila situasi dan kondisi
memungkinkan. Sikap merupakan variabel yang terlalu kompleks untuk diungkap
dengan pertanyaantunggal. Sangat tergantung pada kalimat yang digunakan dalam
pertanyaan, kontekspertanyaannya, cara menanyakannya, situasi dan kondisi yang
merupakan faktorluar,dll.
b. Pengukuran Sikap Secara Langsung
Berstruktur
a) Pengukuran
sikap model Bogardus
Pengukuran
sikap model Bogardus lebih dikenal dengan skala Bogardus. Dari sini dapat
diketahui dalam mengukur sikap Bogardus menggunakan suatu skala (scale). Menurut
Bogardus, dalam suatu kelompok ada intensitas hubungan yang berbeda satu dengan
yang lain di antara para anggotanya, demikian pula adanya perbedaan intensitas
hubungan antar kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
Atas
dasar pemikiran ini Bogardus mengadakan penelitian menegnai masalah tersebut
dengan menggunakan pernyataan –pernyataan (statesments) untuk mengetahui tingkatan intensitas hubungan
dari suatu kelompok terhadap kelompok yang lain. Pengukuran sikap model
Bogardus adalah menyangkut jarak sosial, yaitu jarak sosial dari satu kelompok
ke kelompok lain.
Contoh,
pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh Bogardus:
-
Hubungan kekeluargaan yang dekat dengan
perkawinan 1
-
Keanggotaan dalam kelompok (club)
saya 2
-
Tetangga
di tumah 3
-
Bekerja dalam jenis pekerjaan saya 4
-
Berkewarganegaraan di negara saya 5
-
Hanya sebagai pengunjung dalam negara saya 6
-
Tidak bersedia dalam negaranya 7
Angka-angka disebelah kanan
menunjukkan tingkatan jarak sosial yang menggambarkan setiap pernyataan. Angka
yang lebih tinggi berarti jarak sosialnya lebih besar.
b) Pengukuran
sikap model Thurstone
Thurstone
juga menggunakan skala dalam pengukuran
sikapnya. Dalam skala Thurstoen digunakan pernyataan-pernyataan yang disusun
sedemikian rupa hingga merupakan rentangan (range) dari sangat positif
ke arah sangat negatif terhadap obyek sikap. Pernyataan-pernyataan itu
disampaikan kepada subjek dalam suatu formulir (form). Masing-masing
pernyataan dalam skala Thurstone telah mempunyai nila skala sendiri-sendiri.
Nila skala (scale value) tersebut bergerak dari 0,0 (yang merupakan
ekstrim bawah) sampai dengan 11,0 (yang merupakan ekstrim atas).
Langkah-langkah dalam pengukuran sikap metode Thurstone, yaitu
:
1) Langkah
pertama Thurstone memilih dan mendefinisikan setepat mungkin “sikap” yang akan
diukur.
2) Kemudian
merumuskan sejumlah pernyataan-pernyataan tentang obyek sikap
3) Thurstone
membagikan daftar pernyataan-pernyataan kepada sejumlah responden yang secara
obyektif dan bebas akan menyatakan pendapatnya baik positif maupun negatif.
Setiap
responden kemudian ditempatkan dalam angka antara 1 dan 11 yang menggambarkan
suatu skala. Pernyataan positif yang kuat ditempatkan pada angka 1, pernyataan
positif yang kurang berikutnya ditempatkan pada angka selanjutnya, sampai angka
11 yang menunjukkan pernyataan negatif yang kuat. Sedangkan angka 6 yang menunjukkan
pertengahan skala, ditempatkan
pernyataan netral yaitu tidak
positif dan tidak negatif.
Setelah
itu nilai skala dihitung dengan cara mengambil rata-mean, dari semua responden
untuk setiap pernyataan (item).
Misalnya: untuk ungkapan sikap terhadap
kulit hitam, menghasilkan jawaban yang digambarkan sebagai berikut:
Skor tentang pernyataan ini posisinya
pada skala 9, yang menunjukkan bahwa mayoritas dari responden memperlihatkan
sikap tidak senangnya terhadap orang kulit hitam cukup tinggi.
c) Pengukuran
sikap model Likert
Dikenal
juga dengan pengukuran sikap skala Likert, karena Likert rmengadakan pengukuran
sikap juga menggunakan skala. Skala Likert dikenal sebagai summoned rating
method, sedangkan skala Thurstone di kenal denganjudgement metodh.
Dalam
menciptakan alat ukur Likert juga menggunakan pernyataan-pernyataan, dengan
menggunakan lima alternatif jawaban atau
tanggapan atas pernyataan-pernyataan tersebut. Subjek yang diteliti disuruh
memilih salah satu dari lima alternatif jawaban yangdisediakan. lima jawaban
alternatif yang dikemukakan oleh Likert adalah:
-
Sangat setuju (strongly approve)
-
Setuju (approve)
-
Tidak mempunyai pendapat (undecided)
-
Tidak setuju (disapprove)
-
Sangat tidak setuju (strongly
disapprove)
Corak khas dari skala Likert ialah bahwa makin tinggi skor yang diperoleh
seseorang, merupakan indikasi bahwa orang tersebut sikapnya makin positif
terhadap objek sikap, demikian sebaliknya.
d) Skala
Perbedaan Semantic (The Semantic Different Scale)
Skala
ini dikembangkan oleh Osgood, Suci dan Tannerbaum (1957) yang meminta responden
untuk menentukan sikapnya. Terhadap obyek sikap, pada ukuran yang sangat
berbeda dengan ukuranyang terdahulu. Responden diminta untuk menentukan suatu
ukuran skala yang bersifat berlawanan yaitu positif atau negatif, yaitu:
baik-buruk, aktif-pasif, bijaksana-bodoh dan sebagainya. Skala initerbagi atas 7
ukuran, dan angka 4 akan menunjukkan ukuran yang secara relatif netral. Skor
sikap dari individu diperoleh dengan mentallies (menjumlah) semua jawaban. Skor
yang lebih tinggi berarti lebih positif sikapnya terhadap obyek, orang atau
masalah lain yang ditanyakan.
2. Pengukuran sikap
secara tidak Langsung
Pengukuran sikap secara tidak
langsung, yaitu pengukuran sikap dengan menggunakan alat-alat tes, baik yang
proyektif maupun yang non-proyektif. Misal dengan tes Rorschach, TAT, dan
dengan melalui analisis yang cukup rumit, peneliti dapat mengetahu bagaimana
sikap seseorang terhadap keadaan sekitarnya. Pengukuran sikap secara tidak
langsung ini begitu komplek dan begitu rumit yang biasanya yang dibicarakan
dalam rangka pembicaraan mengenai tes.
Variasi hasil
pengukuran disebabkan karena alat ukur yang digunakan berbeda, karena alat
ukurnya belum distandarisasi, selain itu juga ada faktor-faktor lain yang
menyebabkan variasi hasil pengukuran, yaitu:
a. Keadaan
objek yang diukur
Keadaan
objek yang diukur merupakan hal yang ideal bila hasil pengukuran yang diperoleh
itu benar-benar mencerminkan keadaan yang sesungguhnya dari objek yang diukur,
hal ini berkaitan dengan soal validitas alat ukur.
Dalam
ilmu sosial- demikian juga dalam psikologi- dapat dikatakan bahwa belum
terdapat alat ukur yang dapat dengan sempurna mengungkap atau mengukur secra
murni hanya kepada apa yang ingin diukur semata-mata, sedangkan faktor lain
tidak turut terungkap dengannya.
Misalnya
mengukur sikap prasangka dari sesuatu golongan ke golongan yang lain. Apa
yang terungkap tidaklah melulu hanya
prasangka melulu, tetapi faktor-faktor lain yang bersifat momental seperti
misalnya suasana hati, kesehatan, kepentingan individu pada suatu waktu juga
ikut bicara dalam hasil pengukuran tersebut.
b. Situasi
pengukuran
Pengukuran
sesuatu dalam situasi yang berbeda, juga dapat menimbulkan hasil pengukuran
yang berbeda. Demikian pula mengukur sikap seseorang dalam situasi yang
berbeda, dapat menghasilkan hasil pengukuran yang berbeda pula.
c.
Alat ukur yang digunakan
Variasi
hasil pengukuran dapat disebabkan karena alat ukur yang digunakan. Misal bila
alat ukur dibuat dari bahan yang berbeda, kemungkinan hasil pengukuran juga
akan berbeda. Demikian pula dengan alat ukur mengenai sikap. Bila butir-butir
dalam alat ukur itu kurang baik atau tidak baik, maka hasil pengukurannya juga
kurang baik. Karena itu untuk mendapatkan alat ukur yang baik, maka dalam
menyusun butir-butir dalam alat ukur tersebut harus dipilih butir-butir yang
baik pula.
d. Penyelenggaraan
pengukuran
Cara
penyelenggaraan pengukuran juga dapat menghasilkan pengukuran yang berbeda.
Misal administrasi pengukuran yang tidak tetap dapat merupakan sumber hasil
pengukuran yang berbeda. Karena itu dalam pengukuran administrasi pengukuran
juga telah dibakukan. Demikian juga bilaseorang pengukur kurang menguasai alat
ukur yang digunakan, maka hal ini dapat menimbulkan hasil pengukuran ynag
berbeda-beda, karena kemungkinan cara penyelenggaraannya berbeda-beda.
e. Pembacaan
dan atau penilaian hasil pengukuran
“seorang
pengukur yang sedang ngantuk mungkin mengalami salah baca. Seorang testeryang
sudah terlalu lelah mungkin melakukan salah periksa. Seorang coder hasil
angket-angket mungkin salah letak dalam memberikan kode-kode. Semua keadaan itu
akan menaikkan atau menurunkan hasil-hasil pengukuran dari keadaan yang
sesungguhnya.” (Hadi, 1971:106)
Dengan
demikian dapat dikemukakan keadaan fisik maupun psikis pengukur, dapat
mempengaruhi variasi hasil pengukuran.
Alat untuk Menilai Gaya Belajar Siswa
1. Pengertian Gaya Belajar Siswa
Gaya
belajar siswa merupakan kunci untuk mengembangkan kinerja dalam belajar. Setiap
siswa tentu memiliki
gaya belajar yang
berbeda. Mengetahui gaya belajar siswa yang berbeda
ini dapat membantu para guru dalam menyampaikan bahan pembelajaran kepada
semua siswa shingga hasil belajar akan
lebih efektif.
Menurut Bobbi
DePorter dan Mike
Hernacki dalam bukunya Quantum Learning halaman 110-111,
gaya belajar adalah kombinasi dari
bagaimana ia menyerap,
dan kemudian mengatur
serta mengolah informasi”.
Sedangkan menurut
James dan Gardner dalam bukunya “Gaya belajar’ halaman
42 “gaya belajar adalah cara yang
kompleks dimana para siswa menganggap dan
merasa paling efektif
dan efisien dalam
memproses, menyimpan dan memanggil kembali apa yang telah mereka
pelajari”.
Dunn dan Dunn dalam bukunya Psikologi Pendidikan (Sugihartono: 2007:53
menjelaskan bahwa :
“gaya belajar merupakan
kumpulan karakteristik pribadi
yang membuat suatu
pembelajaran efektif untuk beberapa
orang dan tidak
efektif untuk orang
lain”. Berati gaya belajar
berhubungan dengan cara
anak belajar, serta
cara belajar yang paling disukai.
Menurut Nasution dalam bukunya Berbagai Pendidikan
dalam Proses Belajar
Mengajar, ( 2009:94) gaya belajar
adalah cara yang
konsisten yang dilakukan oleh
seorang murid dalam
menangkap stimulus atau
informasi,
cara mengingat,
berfikir dan memecahkan
soal
Berdasarkan beberapa definsi di
atas, Gaya belajar dapat disimpulkan sebagai cara seseorang dalam menerima
hasil belajar dengan tingkat penerimaan yang optimal dibandingkan dengan cara
yang lain. Setiap orang memiliki gaya belajar masing-masing. Pengenalan gaya
belajar sangat penting. Bagi guru dengan mengetahui gaya belajar tiap siswa
maka guru dapat menerapkan tekhnik dan strategi yang tepat baik dalam
pembelajaran maupun dalam pengembangan diri.
2. Jenis atau Tipe Gaya Belajar
Siswa
Secara realita jenis gaya belajar
seseorang merupakan kombinasi dari beberapa gaya belajar. Di sini kita mengenal
ada tiga gaya belajar, yaitu: gaya belajar visual, auditori, dan kinetetik.
Masing-masing gaya belajar terbagi dua, yaitu: yang bersifat eksternal
(tergantung media luar sebagai sumber informasi) dan yang bersifat internal
(tergantung pada kemampuan kita bagaimana mengelola pikiran dan imajinasi)
(Didang, 2006).
Gaya belajar merupakan kecenderungan
siswa untuk mengadaptasi strategi tertentu dalam belajarnya sebagai bentuk
tanggung jawabnya untuk mendapatkan satu pendekatan belajar yang sesuai dengan
tuntutan belajar di kelas/sekolah maupun tuntutan dari mata pelajaran
(Slamento,2003).
Sedangkan dalam buku Quantum
Learning, gaya belajar sesorang hanya dibagi dalam 3 jenis atau modalitas
belajar seseorang yaitu : 1) gaya belajar atau visual learner 2) Gaya belajar atau modalitas
visual; 2) Gaya belajar auditori atau
kinestetik. Ketiga gaya belajar tersebut dikenal dengan istilah VAK.
1.
Visual (belajar dengan cara melihat)
Gaya belajar
visual (visual learner) menitikberatkan ketajaman
mata/penglihatan. Artinya, bukti-bukti konkret
harus diperlihatkan terlebih dahulu agar siswa paham.
Ciri-ciri siswa
yang memiliki gaya belajar visual adalah
kebutuhan yang tinggi untuk melihat dan
juga menangkap informasi secara visual
sebelum mereka memahaminya.
Siswa dengan gaya belajar visual
lebih mudah mengingat apa yang mereka
lihat, seperti bahasa tubuh/ekspresi muka
gurunya, diagram, buku pelajaran bergambar dan
video, sehingga mereka bisa mengerti dengan baik
mengenai posisi/lokasi, bentuk, angka, dan warna. Siswa visual
cenderung rapi dan teratur dan tidak
terganggu dengan keributan yang ada, tetapi
mereka sulit menerima instruksi verbal.
Siswa yang memiliki gaya belajar
visual menangkap pelajaran lewat materi
bergambar. Selain itu, ia memiliki kepekaan
yang kuat terhadap warna, disamping mempunyai
pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik.
Hanya saja biasanya ia memiliki kendala
untuk berdialog secara langsung karena
terlalu reaktif terhadap suara, sehingga sulit
mengikuti anjuran secara lisan dan sering
salah menginterpretasikan kata atau ucapan.
Ketajaman visual,
lebih menonjol pada sebagian orang, sangat
kuat dalam diri seseorang. Alasannya adalah
bahwa “di dalam otak terdapat lebih banyak perangkat
untuk memproses informasi visual daripada semua indera lain”.
Sedangkan menurut objeknya “masalah penglihatan digolongkan menjadi tiga
golongan, yaitu melihat bentuk, melihat dalam dan melihat warna”.
Ciri-ciri gaya belajar visual :
1.
Bicara agak cepat
2.
Mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi
3.
Tidak mudah terganggu oleh keributan
4.
Mengingat yang dilihat, dari pada yang didengar
5.
Lebih suka membaca dari pada dibacakan
6.
Pembaca cepat dan tekun
7.
Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi
tidak pandai memilih kata-kata
8.
Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada pidato
9.
Lebih suka musik dari pada seni
10.
Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal
kecuali jika ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya
Strategi untuk mempermudah
proses belajar anak visual :
a.
Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram
dan peta.
b.
Gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting.
c.
Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi.
d.
Gunakan multi-media (contohnya: komputer dan video).
e.
Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke
dalam gambar.
2. Gaya belajar Auditori
(belajar dengan cara mendengar)
Gaya belajar
auditori mempunyai kemampuan dalam hal menyerap
informasi dari telinga/pendengaran. Siswa
yang mempunyai gaya belajar
auditorial dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi
verbal dan mendengarkan apa yang guru
katakan. Siswa auditorial
memiliki kepekaan terhadap musik dan baik dalam aktivitas lisan,
mereka berbicara dengan irama yang terpola,
biasanya pembicara yang fasih, suka berdiskusi dan menjelaskan segala sesuatu
panjang lebar. Siswa
dengan tipe gaya belajar ini mudah
terganggu dengan keributan dan lemah dalam aktivitas visual.
Metode pembelajaran yang tepat untuk
pembelajar model seperti ini harus memperhatikan
kondisi fisik dari pembelajar. Anak yang
mempunyai gaya belajar auditori dapat
belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan
mendengarkan apa yang guru katakan. Pikiran auditori kita lebih kuat
daripada yang kita sadari. Telinga kita terus menerus menangkap
dan menyimpan informasi auditori, bahkan tanpa kita
sadari. Dan “ketika kita
membuat suara sendiri dengan berbicara, beberapa
area penting di otak kita menjadi aktif”.
Ciri-ciri gaya belajar auditori :
1.
Saat bekerja suka bicaa kepada diri sendiri
2.
Penampilan rapi
3.
Mudah terganggu oleh keributan
4.
Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang
didiskusikan dari pada yang dilihat
5.
Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
6.
Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di
buku ketika membaca
7.
Biasanya ia pembicara yang fasih
8.
Lebih pandai mengeja dengan keras daripada
menuliskannya
9.
Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
10. Mempunyai
masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual
11. Berbicara
dalam irama yang terpola
12. Dapat
mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara
Strategi untuk mempermudah proses
belajar anak auditori :
a)
Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik
di dalam kelas maupun di dalam keluarga.
b)
Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan
keras.
c)
Gunakan musik untuk mengajarkan anak.
d)
Diskusikan ide dengan anak secara verbal.
e)
Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam
kaset dan dorong dia untuk mendengarkannyasebelum tidur.
3. Gaya belajar Kinestetik
(belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh)
Gaya belajar
kinestetik merupakan aktivitas belajar dengan
cara bergerak, bekerja dan menyentuh. Pembelajar
tipe ini mempunyai keunikan dalam belajar
yaitu selalu bergerak, aktivitas panca indera, dan
menyentuh. Pembelajar ini sulit untuk duduk
diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk
beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Mereka merasa
bisa belajar lebih baik jika prosesnya
disertai kegiatan fisik. Siswa
dengan tipe ini suka coba-coba dan umumnya
kurang rapi serta lemah dalam aktivitas verbal.
Ciri-ciri gaya belajar kinestetik :
1)
Berbicara perlahan
2)
Penampilan rapi
3)
Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan
4)
Belajar melalui memanipulasi dan praktek
5)
Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
6)
Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
7)
Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam
bercerita
8)
Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan
gerakan tubuh saat membaca
9)
Menyukai permainan yang menyibukkan
10)
Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka
memang pernah berada di tempat itu
11)
Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka
Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi
Strategi untuk mempermudah proses
belajar anak kinestetik:
a)
Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam.
b)
Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi
lingkungannya (contohnya: ajak dia baca sambil bersepeda, gunakan obyek sesungguhnya
untuk belajar konsep baru).
c)
Izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat
belajar.
d)
Gunakan warna terang untuk menghilite hal-hal penting
dalam bacaan.
e)
Izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik.
3. Cara
Untuk Mengenal Atau Mengetahui Gaya Belajar Siswa
Cara untuk mengenal atau
mengetahui gaya belajar siwa menurut Wijaya Kusumah dalam gaya belajar
bisa kita lakukan antara lain melalui:
1.
Menggunakan observasi secara mendetail
terhadap setiap peserta didik melalui penggunaan
berbagai metode belajar mengajar di kelas.
Untuk mengenal peserta didik yang mempunyai gaya
belajar auditori, gunakanlah metode ceramah secara umum.
Selanjutnya perhatikan dan catatlah peserta didik yang
betah mendengarkan dengan tekun hingga akhir. Dari sini kita
bisa mengklasifikasikan secara sederhana tipe-tipe peserta didik dengan gaya
auditori yang lebih menonjol.
2.
Dengan memberikan tugas kepada
peserta didik untuk melakukan pekerjaan yang
membutuhkan proses penyatuan bagian-bagian yang
terpisah, misalnya menyatukan model rumah yang bagian-bagiannya
terpisahkan. Ada tiga pilihan cara yang bisa
dilakukan dalam menyatukan model rumah ini, (1) adalah melakukan praktek
langsung dengan mencoba menyatukan bagian-bagian
rumah ini setelah melihat potongan-potongan yang
ada; (2) adalah dengan melihat gambar desain
rumah secara keseluruhan, baru mulai menyatukan;
dan (3) adalah membaca petunjuk tertulis langkah-langkah
yang diperlukan untuk membangun rumah tersebut dari awal hingga akhir.
3.
Melakukan survey atau tes gaya
belajar. Tes gaya belajar ini biasanya menggunakan jasa
konsultan atau psikolog tertentu. Karena tes gaya belajar ini menggunakan metodologi yang
sudah cukup teruji, biasanya survey atau
tes gaya belajar semacam ini mempunyai akurasi
yang tinggi sehingga memudahkan bagi guru
untuk segera mengenal gaya
belajar peserta didik.
4. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Gaya Belajar Siswa
Menurut
Rita Dunn dalam (Sugihartono, 2007) pelopor di bidang gaya belajar yang lain telah menemukan
banyak variabel yang mempengaruhi Gaya
belajar siswa, dianatranya: fisik, emosional, sosiologis, dan
lingkungan. Sebagian orang dapat belajar dengan baik dalam cahaya yang terang,
sedangkan yang lain baru dapat belajar jika pencahayaan suram. Ada sebagian
orang paling baik menyelesaikan tugas belajarnya dengan berkelompok, sedangkan
yang lain lebih memilih belajar sendiri karena dirasa lebih efektif. Sebagian
orang memilih belajar dengan latar belakang iringan musik, sementara yang lain
tidak dapat belajar kecuali jika dalam suasana sepi. Ada orang yang memilih
lingkungan kerjanya teratur dengan rapi, tetapi yang lain selalu menggelar
segala sesuatunya agar semuanya dapat terlihat.
Sedangkan
menurut David Kolb dalam Ghufron dan Risnawati, Gaya belajar siswa dipengaruhi oleh tipe
kepribadian, kebiasaan atau habit, serta berkembang
sejalan dengan waktu dan pengalaman.
Berdasarkan
penjelasan di atas, banyak faktor yang dapat mempengaruhi cara dan gaya belajar siswa. Di samping faktor
yang ada di dalam diri orang itu sendiri (faktor intern), banyak pula
faktor-faktor yang berasal dari luar individu itu sendiri (faktor ekstern).
Faktor-faktor
intern yang mempengaruhi gaya
belajar siswa, yaitu :
1.
Faktor jasmaniah
Faktor
jasmaniah mencakup dua bagian yaitu kesehatan dan cacat tubuh. Faktor
kesehatan berpengaruh pada kegiatan belajar. Proses belajar akan
terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu juga akan cepat lelah,
kurang bersemangat, mudah pusing, mengantuk bila badannya lemah, kurang
darah ataupun ada gangguan pada alat indera serta tubuh. Sedangkan cacat tubuh
adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai
tubuh. Cacat itu bisa berupa buta, setengah buta, tuli, setengah tuli, patah
kaki, lumpuhdan lain-lain. Keadaan cacat tubuh demikian juga mempengaruhi
kegiatan belajar seseorang.
2.
Faktor psikologis
Sekurang-kurangnya
ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi
belajar. Faktor-faktor itu adalah intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan dan kesiapan.
3.
Faktor kelelahan
Kelelahan
pada manusia walaupun susah dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam
yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat psikis). Kelelahan
jasmani terlihat dengan menurunya daya tahan tubuh. Sedangkan kelelahan rohani
dapat dilihat dengan adanya kurangnya minat belajar, kelesuan dan kebosanan
untuk belajar, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang.
Faktor kelelahan dalam diri seseorang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu cara
atau gaya belajar yang berbeda.
Faktor-faktor
ekstern yang mempengaruhi gaya belajar siswa, yaitu :
1.
Faktor keluarga
Seseorang
yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara orang tu a
mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan
ekonomi keluarga.
2.
Faktor Sekolah
Faktor
sekolah yang akan mempengaruhi cara atau gaya belajar siswa antara lain metode mengajar, kurikulum,
hubungan guru dengan siswa, hubungan siswa dengan siswa, disiplin atau tata
tertib sekolah, suasana belajar, standar pelajaran, keadaan gedung, letak
sekolah, dan lainnya. Faktor guru misalnya, kepribadian guru, kemampuan guru
memfasilitasi siswa dan hubungan antara guru dengan siswa turut mempengaruhi
cara atau gaya belajar siswa.
3.
Faktor masyarakat
Masyarakat
merupakan faktor ekstern yang juga mempengaruhi terhadap gaya belajar siswa. Faktor-faktor
masyarakat yang mempengaruhi cara atau gaya belajar siswa meliputi kegiatan peserta
didik dalam masyarakat, mass media, teman bergaul dan bentuk kehidupan
masyarakat.
Kesimpulan
Untuk menyusun instrumen penilaian afektif,
dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pemilihan
ranah afektif yang ingin dinilai oleh guru, misalnya sikap dan minat terhadap
suatu materi pelajaran.
2. Penentuan
indikator apa yang sekiranya dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana sikap
dan minat siswa terhadap suatu materi pelajaran
3. Beberapa
contoh indikator yang misalnya dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana sikap
dan minat siswa terhadap suatu materi pelajaran, yaitu: (1) persentase
kehadiran atau ketidakhadiran di kelas; (2) aktivitas siswa selama kegiatan
pembelajaran berlangsung,
4. Penentuan
jenis skala yang digunakan, misalnya jika menggunakan skala Likert, berarti ada
5 rentang skala, yaitu: (1) tidak berminat; (2) kurang berminat; (3) netral;
(4) berminat; dan (5) sangat berminat.
5. Penulisan
draft instrumen penilaian afektif (misalnya dalam bentuk kuisioner) berdasarkan
indikator dan skala yang telah ditentukan.
Prosedur
penyusunan alat ukur sikap, yaitu :
- Pengukuran sikap secara langsung
- Pengukuran sikap secara tidak langsung
Cara
untuk menilai gaya belajar siswa
- Menggunakan
observasi secara mendetail terhadap setiap
peserta didik melalui penggunaan berbagai metode
belajar mengajar di kelas.
- Dengan
memberikan tugas kepada peserta didik untuk
melakukan pekerjaan yang membutuhkan proses penyatuan
bagian-bagian yang terpisah
- Melakukan
survey atau tes gaya belajar.
Saran
Makalah yang disusun ini semoga
bermanfaat bagi para penulis, pembaca dan lebih khususnya pada teman-teman
mahasiswa. Kritik dan saran dari teman-teman demi kesempurnaan makalah ini yang
bersifat membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat dijadikan
sebagai dasar untuk memahami materi yang berkaitan dengan assesment
(penilaian).
Sumber:
Ahmadi, Abu, Psikologi Sosial, Rineka Cipta,
Jakarta, 2002.
Rahayuningsih, Sri, Utami, Jurnal Psikologi Umum, Fakultas
Psikologi UGM, 2008.
Walgito, Bimo, Psikologi Sosial, Andi, Jakarta, 2003.
Waseso, Mulyadi, Guntur, Dimensi-dimensi Psikologi
Sosial, Hanindita, Yogyakarta, 1986.
File Word-nya bisa unduh di sini : Makalah Menyusun Alat Ukur Sikap
File Powerpoint-nya bisa unduh di sini : Presentasi Menyusun Alat Ukur Sikap
Catatan:
Cara download file-nya bisa di lihat disini: Tutorial Download File Menggunakan Desktop atau Tutorial Download File Menggunakan Mobile Android atau bisa lihat langsung melalui video di samping..!
.
.
0 komentar:
Post a Comment